Jumat, 27 Februari 2009

MENCOBA MENELUSURI HIKMAH TERDALAM

Malam semakin larut dan aku masih duduk termangu menatap ruang kosong di hadapanku. Tidak kosong seluruhnya karena ada sebuah karpet hijau terhampar menutui lantai berkeramik putih, hanya saja malam itu ruangan terasa “kosong” bagiku karena tidak ada sosok ade yang biasa tidur di situ. Terkadang ade suka menyengajakan diri tidur di ruang tengah dengan menggunakan kasur miliknya yang ia pindahkan dari ruang komputer. Dan jika di tengah malam aku terbangun dan merasa ketakutan maka dengan segera aku akan membawa bantal dan selimutku lalu tidur di dekat ade. I feel safe being next to him. Namun kini semua telah berubah sejak kepergian ade tuk selamanya….

Hhhhh……helaan nafasku terasa berat hingga kini… Kerinduan akan dirinya kerapkali menghampiriku setiap hari sejak ade tiada. Mimpi-mimpiku dipenuhi oleh bayangan dirinya yang begitu dekat namun semakin ingin aku meraih dan mendekapnya maka ia semakin menjauh dan menghilang entah kemana… De…teteh kangeeeeeeeeeeeeen sama kamu….

Walanabluwannakum bisya’in minal khoufi waljuu’I wa naqshim minal amwaali wal anfusi watstsamarooti wa bassyirisshobiriin…: Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (Al Baqarah: 155).

Memang benar apa yang dinyatakan oleh ayat di atas tentang berbagai macam cobaan yang akan menimpa manusia. Dan sungguh saat ini aku pun tengah mengalaminya berupa ketakutan, ketakutan yang merupakan dampak dari kepergian ade tuk selamanya. Aku takut menghadapi hari ke depan tanpa kehadiran ade di sisiku. Aku takut akan rasa sakit yang timbul kala tak dapat mendekap ade di saat rindu datang menghampiri. Aku takut tak dapat bertahan tanpa keberadaan ade yang senantiasa menjadi sandaranku di saat diri ini letih menjalani hari.

Kehilangan ade tuk selamanya di usianya yang masih muda belia, 16 tahun 7 bulan tak pernah terbayangkan olehku sebelumnya. Ada begitu banyak rencana serta mimpi yang ingin kita gapai bersama. Betapa hancur hati ini kala semua impian itu buyar seketika ketika mendapati kenyataan ade menghadap Sang Khaliq di pagi buta yang dingin. Di antara gelapnya sisa kepekatan malam jelang Shubuh….ade pergi tuk selamanya….

Betapapun hancur hati ini…betapapun sedih dan pilu perasaan ini…betapapun perih menyayat kalbu…betapapun sesak di dada…keadaan tidak akan pernah berubah. Ade tidak akan pernah kembali. Ade telah berada dalam genggamanNya… “wa ‘asaa antakrohu syaiaa wa huwa khoirullakum wa ‘asaa antuhibbu syaiaa wa huwa syarrullakum. Wallahu ya’lamu wa antum laa ta’lamuun” Dan boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui sedang kamu tidak mengetahui (Al Baqarah: 216).

Hanya doa yang terucap kala diri ini hampir tak sanggup menahan segala beban. “Robbanaa afrigh’alaina shobron wa tsabbit aqdamana…” Ya Allah ya Tuhanku, tuangkanlah kesabaran atas diri kami dan kokohkanlah pendirian kami…(Al Baqarah: 250).

Bekasi sunyi
27 February 2009

Luv
-rf-

1 komentar:

Rijal mengatakan...

Biarkan aku terbaring dalam lelapku, kerana jiwa ini telah dirasuki cinta, dan biarkan daku istirahat, kerana batin ini memiliki segala kekayaan malam dan siang.
Nyalakan lilin-lilin dan bakarlah dupa nan mewangi di sekeliling ranjang ini, dan taburi tubuh ini dengan wangian melati serta mawar.
Minyakilah rambut ini dengan puspa dupa dan olesi kaki-kaki ini dengan wangian, dan bacalah isyarat kematian yang telah tertulis jelas di dahi ini.
Biarku istirahat di ranjang ini, kerana kedua bola mata ini telah teramat lelahnya;
Biar sajak-sajak bersalut perak bergetaran dan menyejukkan jiwaku;
Terbangkan dawai-dawai harpa dan singkapkan tabir lara hatiku.

Nyanyikanlah masa-masa lalu seperti engkau memandang fajar harapan dalam mataku, kerana makna ghaibnya begitu lembut bagai ranjang kapas tempat hatiku berbaring.
Hapuslah air matamu, saudaraku, dan tegakkanlah kepalamu seperti bunga-bunga menyemai jari-jemarinya menyambut mahkota fajar pagi.
Lihatlah Kematian berdiri bagai kolom-kolom cahaya antara ranjangku dengan jarak infiniti;
Tahanlah nafasmu dan dengarkan kibaran kepak sayap-sayapnya.
Dekatilah aku, dan ucapkanlah selamat tinggal buatku. Ciumlah mataku dengan seulas senyummu.
Biarkan anak-anak merentang tangan-tangan mungilnya buatku dengan kelembutan jemari merah jambu mereka;
Biarkanlah Masa meletakkan tangan lembutnya di dahiku dan memberkatiku;
Biarkanlah perawan-perawan mendekati dan melihat bayangan Tuhan dalam mataku, dan mendengar Gema Iradat-Nya berlarian dengan nafasku....
----------------
Aku akan melakukan segala apa yang telah engkau ucapkan tadi
Dan aku akan menjadikan jiwaku sebagai sebuah kelambu yang
menyelubungi jiwamu.
Hatiku akan menjadi tempat tinggal keanggunanmu
serta dadaku akan menjadi kubur bagi penderitaanmu.
Aku akan selalu mencintaimu...sebagaimana padang rumput
yang luas mencintai musim bunga.

Aku akan hidup di dalam dirimu laksana bunga-bunga yang hidup oleh panas matahari.
Aku akan menyanyikan namamu seperti lembah menyanyikan gema loceng di desa
Aku akan mendengar bahasa jiwamu seperti pantai mendengarkan kisah-kisah gelombang.
Aku akan mengingatimu seperti perantau asing yang mengenang tanahair tercintanya,
Sebagaimana orang lapar mengingati pesta jamuan makan,
Seperti raja yang turun takhta mengingati masa-masa kegemilangannya,
Dan seperti seorang tahanan mengingati masa-masa kesenangan dan kebebasan.
Aku akan mengingatimu sebagaimana seorang petani yang mengingati bekas-bekas gandum di lantai tempat simpanannya,
juga seperti gembala mengingati padang rumput yang luas dan
sungai yang segar airnya.

Khalil Gibran; Sayap-sayap patah