Minggu, 16 November 2014

BERAWAL DARI SEBUAH DO'A


Setahun yang lalu, saya berkesempatan mengunjungi Gorontalo untuk urusan pekerjaan. Bekerja sambil jalan-jalan, rasanya menyenangkan. Saya memang berdo'a meminta kepada Allah agar memberikan saya pekerjaan yang saya minati dan menyenangkan untuk dijalani. Dan memang profesi Psikolog sangat pas buat saya :)

Tak disangka, tak diduga ternyata tahun ini di bulan yang sama seperti tahun lalu, saya diminta untuk melaksanakan assessment kembali di sini. Subhanallah...senang rasanya hati ini...

Gorontalo, 16 Nop. 2014

MANUSIA HANYA BISA BERENCANA....

Postingan terakhir saya bercerita tentang kehamilan kedua yang saya sambut dengan perasaan campur aduk. Antara senang, sedih, kalut, bersemangat, dan beberapa perasaan lain yang saya sendiri bingung bagaimana cara menggambarkannya. Saat itu memang merupakan salah satu masa dalam hidup saya yang dipenuhi dengan kebingungan. Dan pada akhirnya saya pun berakhir dengan rasa bingung dan bertanya: kenapa Allah ingin saya mengalami hal tersebut?

2 minggu saja kehamilan itu dapat saya rasakan. Setelah 2 minggu, atau lebih tepatnya saat usia kandungan saya menginjak 2,5 bulan dokter menyatakan bahwa janin tersebut tidak berkembang. Saat itu dunia terasa runtuh dan air mata hampit tumpah. Kehadiran suami yang menemani di malam itu hampir tidak dapat saya rasakan karena sesak yang muncul. Saat itu yang ingin saya lakukan adalah pulang dan menangis di pangkuan mama. Sedih rasanya hati ini...

Saya pun menangis sejadi-jadinya di pangkuan mama malam itu dan menumpahkan semua sesak di dada. Beliau membelai dan mencoba menguatkanku dengan mengatakan bahwa semua sudah Allah atur sedemikian rupa. Akhirnya malam itu ditutup dengan rasa galau di hati...daddy pun tak sanggup berkata-kata melihat saya menangis di pangkuan mama. Kami semua terdiam malam itu, berkutat dengan pikiran masing-masing.

Ada perasaan marah di hati ini. Marah pada diri sendiri karena terlambat menyadari bahwa sebenarnya sudah 2 bulan saya mengandung. Marah pada diri ini yang jauh di lubuk hati merasa takut ketika menyadari bahwa Allah hendak memberi 'amanah' kembali berupa jabang bayi di rahim ini. Bodohnya diri ini...

Akhirnya saya memutuskan untuk mencari second oppinion terkait kondisi saya. Tetapi tak ada hal yang berubah. Janin di rahim saya tetap tidak berkembang dan harus segera di'keluarkan'. Duuuuh....remuk redam hati ini...

Lagi-lagi saya masih mencoba 'melawan' takdir Allah dengan menunda pergi ke dokter untuk memeriksakan kembali kandungan saya. Hingga kondisi fisik saya menurun dan saya mulai merasakan kontrasi yang saya berusaha sembunyikan dari keluarga saya. Di dalam hati saya masih berharap 'keajaiban' akan terjadi dan janin itu akan tumbuh kembali. Pada akhirnya takdir Allah berbicara lain....

Siang hari sekitar pukul 12 saya dilarikan ke IGD karena kondisi yang menurun. Lalu saya langsung dirujuk ke dokter dan kontan dokter tidak memperbolehkan saya pulang serta mengharuskan proses kuret dilaksanakan keesokan harinya. Saya mulai merasa takut dan takut kehilangan. Ya Rabb, maafkan hamba karena sempat 'menolak' rizki yang Engkau berikan...

Sejak siang hingga malam hari kontraksi datang dengan jeda waktu yang semakin dekat. Pukul 1 malam saya mengalami pendarahan hebat hingga tempat tidur yang saya tempati berubah seperti genangan darah. Suami saya hampir pingsan melihat kondisi saya seperti itu, utamanya saat melihat sebagian janin yang sudah mati keluar berbentuk gumpalan darah...

Pagi harinya saya menjalani tindakan kuret untuk membersihkan rahim saya dari sisa janin yang sudah mati dan tidak berkembang. Saat menjelang sadar, sayup-sayup saya mendengar perbincangan perawat yang mendata saya untuk dirujuk menjalani USG tiroid. Dokter kandungan mencurigai leher saya yang seperti membengkak saat di ruangan operasi. Duuuh...ujian apalagi yang Engkau berikan padaku ya Rabbb....aku pun menangis dalam diam...

Setelah melalui serangkaian pemeriksaan panjang akhirnya dokter memutuskan saya tidak memiliki benjolan di tiroid dan saya bisa pulang dan menjalani rawat jalan. Hati ini sedikit lega karena sudah bisa pulang ke rumah...namun ternyata ujian tidak berhenti sampai di situ. Selang beberapa hari setelah kepulangan saya dari rumah sakit, bapak mertua mengalami serangan jantung dan masuk ICU. Gundah gulana hati ini....

Di masa-masa itu kondisi hubungan saya dan suami mengalami 'ujian hebat' yang hampir saja mengandaskan pernikahan yang sudah kami bina selama hampir 5 tahun. Sungguh luar biasa kalut diri ini...apa lagi yang hendak Engkau 'ajarkan' kepada hambaMu yang lemah ini ya Rabb???

Saya tidak mau menyerah begitu saja dan saya tunjukkan keteguhan hati serta tidak larut dalam pemikiran irasional yang timbul saat itu. Pernikahan ini terlalu berharga untuk dihancurkan begitu saja karena pemikiran yang tidak sehat. Saya yang akan mempertahankan hingga pasangan saya menemukan kesadaran diri yang sama mengenai betapa berharganya pernikahan kami.

Sekarang jika mengingat masa-masa itu sungguh luar biasa rasanya...dan saya bersyukur bahwa saya bisa melewati semua itu meski dengan upaya keras serta segenap rasa sakit yang luar biasa. Sekali lagi saya belajar bahwa saya bisa menjadi kuat berkat tekanan yang hadir dalam hidup ini.

Manusia hanya bisa berencana karena Allah jua yang memegang takdir pada akhirnya. Saya berencana memiliki anak kedua, namun Allah menetapkan saya untuk fokus pada putra pertama saya. Saat saya hampir 'tergelincir' mengenyampingkan arti suami maka Allah berikan 'sentilan' yang membuat saya sadar bahwa prioritas saya sebagai istri adalah suami yang juga imam bagi saya.

Hidup memang luar biasa dengan dinamika naik-turun yang justru menunjukkan bahwa saya memang masih hidup dan benar-benar hidup karena memiliki berbagai perasaan tersebut.


Gorontalo, 16 Nop. 2014


Rabu, 26 Februari 2014

BERKAH YANG TAK TERKIRA

Subhanallah walhamdulillah wa laa ilaa haillallah wallahu akbar....

Rasanya tak henti saya mengucap syukur ke hadirat Ilahi...begitu banyak nikmat yang diberi hingga terkadang saya tak mampu berkata-kata. Nikmat sehat hingga saya masih dapat menikmati hidup bersama keluarga yang saya cintai, nikmat rizki yang datang dalam berbagai bentuk melengkapi kebahagiaan yang saya rasakan. Dan Allah swt memberikan lagi amanah kepada saya dan suami berupa janin yang kini hidup di rahim saya...Allahu akbar!

Hampir tak percaya ketika diri ini mulai merasakan firasat bahwa saya tengah mengandung. Mulai dari haid yang terlambat, bentuk perut yang berubah, mual di pagi hari, dan nafsu makan yang semakin bertambah. Hmmm...saya masih ragu untuk membeli alat tes kehamilan karena saya pikir sudah biasa "terlambat" tapi kali ini berbeda rasanya. Akhirnya saya memberanikan diri membeli alat tes kehamilan dan malam itu juga saya menggunakannya. Dengan rasa campur aduk saya hanya bisa menatap dua garis yang muncul di alat tersebut. Putra pertama saya terus bertanya dengan nada penasaran: "Ibu, itu apa?" sambil menunjuk benda yang ada di tangan saya. Kaget, bahagia, sedih, takut bercampur menjadi satu. Ya Rabb, apakah kali ini saya memang sudah siap dengan amanah yang Engkau berikan?

Langsung saya kirimkan foto hasil tes kepada suami dan daddy. Dua lelaki sandaran hidupku yang senantiasa memberikan semangat ketika aku merasa sedih dan gamang menghadapi kerasnya ujian kehidupan. Respon suami membuatku tersenyum kecil, ia kebingungan dengan foto yang saya kirim dan setelah saya tuliskan kata "POSITIF" barulah ia menelpon dan mengucapkan selamat serta mendoakan agar saya sehat selalu. Respon daddy menguatkan, ia bilang bahwa saya harus menjaga kesehatan dan bersyukur karena diberi amanah lagi. Tidak ada yang perlu ditakutkan, jalani saja semua apa adanya. Alhamdulillah...hati ini mulai sumringah kembali.

Tidak lama saya pun memberitahu beberapa teman dekat dan mama yang responnya juga baik. Hal itu sungguh menguatkan dan memberi semangat dalam diri untuk menjaga amanah ini dengan sebaik mungkin. Sungguh berkah yang tak terkira....

Semakin hari putra pertama saya pun menunjukkan perkembangan yang baik. Ia semakin menikmati sekolah, menjalankan sholat, mampu menghapal beberapa surat pendek, bisa berkomunikasi dua arah dengan cukup baik, dan berbagai tingkah laku yang menghiasi hari-hari dengan gelak tawa. Semoga kelak kau tumbuh menjadi anak sholeh ya sayang...

Semoga dengan segala nikmat yang Engkau beri menjadikan kami sekeluarga semakin bersyukur dan bertakwa kepadaMu ya Rabb...


Pagi yang indah...

RF


Jumat, 24 Januari 2014

MENIKMATI RUTINITAS BARU

Entah hendak memulai dari mana, karena begitu banyak hal yang ingin saya tuangkan di sini. Dasar manusia, maunya serba banyak, gak mau sedikit hehehe...

Oke deh, biar gampang kita mulai membahas sesuai judul aja seputar rutinitas baru. Seperti sudah sama-sama kita ketahui, sejak Oktober saya memiliki status baru sebagai freelancer, yang mana saya bekerja secara bebas di beberapa tempat tanpa ada yang membatasi. Enak sih karena saya bisa mengatur jadwal sendiri dan menyesuaikan dengan kebutuhan. Dalam sebulan saya bisa bekerja penuh, atau bahkan tidak bekerja sama sekali. Tentunya masing-masing ada resikonya. Kalau bekerja penuh maka saldo rekening pun ikutan penuh dan begitu pula sebaliknya hehehehe...

Pada awalnya saya masih menyesuaikan diri dengan situasi. The awkward moment terjadi ketika orang bertanya dimana saya bekerja? Biasanya saya akan menjawab singkat: dimana-mana! -sambil cengar-cengir tentunya- tapi repotnya kalau orang yang nanya minta penjelasan lebih lanjut maka saya agak kelimpungan menjawabnya karena saya malas bercerita panjang lebar. Takut jadi sombong dan melebih-lebihkan. Na'udzubillah...

Rutinitas saya yang baru berkaitan erat dengan pilihan profesi yang saya jalani sebagai Psikolog, yaitu membuat laporan. Ini bukan sesuatu yang baru juga buat saya, tetapi ada 'cita rasa' baru di dalamnya. Dulu ketika masih bekerja full time, laporan memang sudah masuk ke dalam tugas rutin dan tidak terlalu berpengaruh terhadap gaji yang saya terima. Banyak atau sedikitnya laporan itu gak ngaruh! Tetap aja gaji yang saya terima segitu-gitu aja. Tapi sekarang, berapa jumlah laporan yang saya kerjakan maka itu sangat berpengaruh pada besar pendapatan yang saya terima. Itulah kenapa saya menjadi lebih termotivasi dan lebih berhati-hati dalam pembuatannya.

Biasanya saya akan bekerja di waktu dimana buah hati saya sedang tidak menuntut perhatian dari saya. Saat tidur siang atau saat tidur malam, itulah waktu bagi saya untuk mulai bekerja. Rasanya cukup menyenangkan dan saya cukup menikmatinya. Semakin banyak laporan yang saya kerjakan, saya merasa mengalami peningkatan kualitas dalam mengolah kata. Alhamdulillah semoga hal ini menjadi berkah bagi saya dan keluarga.

Ketika sedang dikejar deadline maka saya akan menghabiskan hampir sepanjang malam mengerjakan laporan dengan ditemani secangkir kopi dan cemilan lainnya. Terkadang suami tercinta menemani sambil dia juga mengerjakan suatu desain. Tapi lebih seringnya saya sendiri saja mengerjakan laporan sambil mendengarkan playlist terbaru.

Aaaaah...ternyata saya cukup menikmati rutinitas baru ini. Semoga saja semakin hari saya bisa semakin produktif lagi :)


Hampir Shubuh,

-rf-