Selasa, 17 Maret 2009

KEMBALI KE MARTABAT

Pagi ini cuaca nampak cerah dan hangatnya sinar mentari pagi menemaniku sepanjang perjalanan menuju Tambora. Rasanya hampir tak sabar ingin bertemu dengan adik-adik Martabat di sana . Sudah hampir 2 bulan aku vakum di Martabat sejak kepergian adik tercintaku Rahardian Rachmat Rizky tuk selamanya. Saat di dalam bus aku sengaja memilih tempat duduk di dekat kaca agar aku dapat menikmati perjalanan dengan menatap jalanan yang nampak lengang di hari Ahad ini.

Bus melaju cukup kencang namun aku tidak terganggu dengan hal tersebut sedikitpun. Aku hanya ingin menikmati perjalanan ini sembari menghibur hati yang tengah lara akibat kerinduan yang mendalam terhadap sosok yang ku cinta…ade rizky ku sayang… perlahan ku persiapkan diri agar nantinya bisa bersikap tegar ketika bertemu kembali dengan adik-adik ku di Tambora. Aku tak ingin merusak keceriaan mereka di hari yang indah ini dengan tangisanku.

Di tengah perjalanan Allah memberiku “kejutan” dengan pertemuan tak terduga dengan temanku mba Laily yang juga tengah menuju tempat yang sama denganku, yaitu Tambora. Sepanjang perjalanan menuju aula tempat kegiatan hari Ahad, aku dan mba Laily saling bertukar cerita tentang kegiatan kita sehari-hari. Mba Laily ini adalah seorang editor di majalah PARAS yang sudah lebih dahulu bergabung dengan Martabat jauh sebelum aku. Di tengah kesibukannya sebagai jurnalis, dia masih menyempatkan diri tuk bergabung dengan Martabat dan berbagi dengan adik-adik asuh di sana. Senang sekali aku bisa mendapatkan teman seperjalanan seperti mba Laily .

Sesampainya di aula waktu menunjukkan pukul 9:55 wib. Begitu aku memasuki aula aku disambut oleh adik-adik Martabat. Melihat aku dan mba Laily yang baru memasuki aula maka mereka langsung menghampiri dan mencium tangan kami berdua secara bergantian. Lagi-lagi Allah swt memberiku kebahagiaan .

Acara belajar pun di mulai tepat pukul 10 dan setelah mengucapkan salam yang dijawab dengan antusiasme adik-adik Martabat acara pun dilanjutkan dengan sesi check feeling yang pada kali ini dipandu oleh Wulan (8th). Manis sekali saat Wulan bertanya kepadaku: “Ka Rika sayang, bagaimana perasaannya hari ini?”. Senyum pun merekah di wajahku . Lagi-lagi Wulan mampu “menyentuh” hatiku kala dia berucap: “Perasaan Wulan hari ini senang, happy, karena bisa berkumpul sama teman-teman lagi dan juga Wulan senang karena hari ini bisa ketemu Ka Rika lagi yang udah lama gak datang ke sini”….uuugh….so sweet….

Sesi berikutnya dipandu oleh Ka Eka, temanku di Mantif yang juga seorang guru di Cikal. Lewat Ka Eka aku jadi bisa mengenal Martabat dan bergabung di dalamnya hingga hari ini. Ka Eka dengan berbagai games yang seru senantiasa menambah marak suasana belajar. Kali ini game bertemakan mengenal persamaan dan perbedaan membuat adik-adik jadi lebih mengenal lebih dalam satu sama lain. Ckckckckckckcckck…Ka Eka ini koleksi gamesnya banyak banget seakan gak ada habisnya!!!

Siangnya setelah selesai melaksanakan sholat dzuhur berjamaah Ka Eka kembali memberikan permainan bagi adik-adik lelaki sementara adik-adik perempuan berlatih menari Bali bersama Ka Arie. Aku dan mba Laily ikutan bermain bersama adik-adik lelaki karena mereka kekurangan personil hehehehehehehe. Jadilah kita bermain hingga pukul 2 siang hingga tamu-tamu yang dinantikan tiba di aula.

Melihat adik-adik tersenyum bahagia, tertawa bersama, menghabiskan waktu dalam keceriaan sungguh membuat diri ini tak hentinya bersyukur ke hadirat Allah swt. Kedukaan yang ku alami memang memberi “luka” di hati namun perlahan “luka” itu mengering dengan sendirinya seiring bergulirnya waktu. Allah kirimkan “obat” untukku melalui adik-adik asuh Martabat . Subhanallah!

Sayangnya aku tidak dapat mengikuti kegiatan Ahad ini sampai tuntas karena aku pamit pulang sebelum Ashar. Pelukan hangat dari rekan-rekan pengurus Martabat seakan menjadi kekuatan bagiku untuk kembali tersenyum dan menjalani hari esok yang telah menanti ku di depan sana.

Sendirian aku berjalan menyusuri gang sempit di kawasan yang konon merupakan wilayah terkumuh se-Asia Tenggara. Padatnya pemukiman membuat sinar matahari terkadang tidak mampu menembus ke dalam hingga gang-gang sempit pun berubah gelap gulita meski hari masih siang. Kegelapan seolah menjadi suatu hal yang biasa dan tidak perlu dipersoalkan. Kaki-kaki kecil itu sudah begitu terlatih menyusuri gang sempit lagi gelap gulita. Kerasnya kehidupan tak menjadi penghalang bagi mereka untuk tersenyum dan tertawa.

Ku bayangkan andai saja ade jadi berkunjung ke sini mestilah dia akan tersenyum manis melihat adik-adik Martabat. Tertawa lepas bersama dengan Aming, Irvan, Komar, Sahl, Syaifi, serta dikagumi oleh gadis-gadis kecil seperti Wulan, Mutia, Putri cs. Semoga saja niat baik ade untuk menengok adik-adik Martabat dicatat Allah swt sebagai amal sholeh meski hingga akhir hayatnya ade belum sempat melaksanakan hal tersebut.

Wallahu’alam bisshowab…



Bekasi cerah,
17 Maret 2009

-rf-

Tidak ada komentar: