Rabu, 27 Mei 2009

MEMICU ADRENALIN

Kemarin merupakan hari yang seharusnya terasa sangat melelahkan buatku. Sejak pagi berada di jalanan tanpa sempat sarapan terlebih dahulu seharusnya membuat maag-ku kambuh dan berujung pada ketidakberdayaan. Namun semua itu tidak terjadi. Aku bisa menjalani aktivitas dengan cukup baik tanpa terlalu banyak mengeluh. Meski jarak yang ku tempuh tidak bisa dibilang dekat tapi juga tidak terlalu jauh. Hmmmmmmm.....

Ketika mendapatkan 'ultimatum' di pagi hari aku seharusnya merasa sedih tetapi sepertinya aku sedang 'mati rasa'. Hanya duduk terdiam di kursi meja makan sementara suara yang mengarah padaku serta aliran kalimat yang panjang dengan nada mengancam terasa seperti palu yang meremukkan tulangku. Anehnya aku bisa bertahan dan hanya menampilkan ekspresi 'datar' saja. Memang ada 'luka' di hati tetapi aku tidak memfokuskan diri pada itu.

Sepanjang perjalanan aku banyak diam. Menikmati kesunyian yang ku ciptakan sendiri. Hingga tanpa sadar speedometer sudah menunjukkan angka 120 km/jam. Aku bisa merasakan detak jantung yang semakin cepat dan tanganku mulai bergetar. Sensasi ini begitu menakutkan tetapi aku belum mau mengakhirinya. Ku pacu semakin cepat hingga akhirnya bulir-bulir bening itu membuatku tersentak dan mengembalikanku pada kesadaran.

Ku pandangi sinar terang di kejauhan,..berharap itulah titik terang yang akan menerangi kelam perasaanku saat ini. Aaaaaah....itu hanya sinar lampu,..tak cukup untuk menerangi gelap pikiranku,...

Kerinduan pada sosok yang selama ini melindungiku dari rasa sakit begitu kuat menghantam. Aku rindu senyumanmu, aku rindu jabat erat tanganmu, aku rindu hangat tubuhmu setiap kau dekap erat tanganku di waktu pagi, aaaaaah...semua tak kan pernah kembali... Sepertinya kali ini aku harus menghadapi semua seorang diri. Bukan begitu de'?!


Hitam pekat
27 Mei 2009

-teteh-

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Rika........ada dian pucis......hehehhe