Jumat, 18 September 2009

NUN JAUH DI SANA KU TEMUKAN SENYUMAN


Sejak sepekan yang lalu aku sudah bersiap-siap untuk berangkat ke lokasi yang tertimpa bencana gempa bumi. Awalnya informasi yang ku terima dari temanku Vivi, kita akan ditempatkan di sebuah desa yang terkena longsor di Cianjur. Pakaian serta perlengkapan lainnya sudah tersusun rapi di dalam tas dan ku letakkan di sudut kamar, siap untuk ku bawa kapan pun. Dalam hati sebetulnya aku agak gusar juga karena khawatir panggilan sidang datang ketika aku tengah berada di lokasi. Alhamdulillah Allah mengabulkan doaku dan aku pun menyelesaikan sidang minor 2 hari sebelum keberangkatan.

Sabtu pagi aku tidak mengikuti briefing awal karena kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan. Dokter memvonis aku terkena infeksi pita suara sehingga aku harus istirahat total jika ingin suaraku kembali. Hhhhhhh....jantungku berdebar....berharap keajaiban datang dan suaraku kan kembali seperti sedia kala...hanya 2 hari waktu ku tuk beristirahat...aku harus benar-benar memanfaatkannya secara maksimal. Ku tepis semua godaan untuk menikmati minuman dingin ataupun makanan yang berminyak. Aku ingin sembuh! Aku ingin bisa berangkat ke sana.

Dan hari Senin pun tiba, dengan mengucap bismillah aku pun berangkat menuju meeting point awal di Dinsos Jakarta diantar oleh kedua orang tuaku. Sebetulnya kondisi ku belum sepenuhnya pulih, suaraku belum seutuhnya kembali dan batukku masih betah berlama-lama mengusik tenggorokan. Ku beri sugesti positif guna memberi dukungan pada diri sendiri dan sepertinya cukup berhasil karena sepanjang perjalanan aku tidak merasa pusing ataupun mual, hanya kantuk saja yang mengusik :D Maklumlah di malam hari aku sulit tidur karena batuk yang tidak berhenti dan sehabis sahur aku langsung berangkat hingga tidak sempat beristirahat.

Perjalanan Jakarta-Bandung seharusnya hanya memakan waktu 2 jam saja tapi karena kita konvoi maka kecepatan kendaraan pun terbatas pada 60 km/jam. Kebayang donk betapa lambatnya laju kendaraan sampai ngantuk si bapak supir dibuatnya. Pak polisi yang ada di mobil paling depan menyatakan bahwa sudah peraturannya begitu kalau konvoi, tidak boleh lebih dari 60 km/jam. Oh my...oh my....mo sampe Bandung jam berapa? Waktu sudah menunjukkan pukul 10:30 saat itu. Daripada pusing mikirin waktu aku memutuskan untuk tidur saja.

Sampai di Bandung aku mendengar adzan Dzuhur memanggil. Lalu aku pun mencari mushola bersama kedua temanku dan menunaikan ibadah sholat Dzuhur. Aku ingin menjaga puasaku agar tidak ternoda oleh pemandangan yang mengganggu. Sebetulnya aku geram melihatnya tetapi aku ingat pesan yang ku dapat pada salah satu sesi SG agar ketika muncul hal yang mengganggu maka fokuskan pikiran pada tujuan utama kita. Maka ku jalankan hal tersebut dan fokus pada tujuan utamaku yaitu membantu korban gempa.

Perjalanan menuju lokasi dari Bandung memakan waktu hampir 3 jam. Kita sempat transit di kantor kecamatan Kertasari guna berbuka bagi yang berpuasa baru kemudian melanjutkan ke lokasi utama yaitu desa Taruma Jaya yang letaknya di atas. Di sini gak dapat sinyal saking jauhnya...ada sih sinyal tapi on-off sifatnya jadi gak bisa komunikasi deh selama ada di sana.

Waktu baru sampai aku melihat masyarakat sekitar cukup antusias menyambut kedatangan tim kami. Bergotong-royong mengangkut bahan bantuan dari Jakarta dan kaum wanita serta anak-anak berkumpul di lapangan tidak jauh dari tenda pengungsian. Dalam benakku sudah tersusun rencana games yang akan ku mainkan jika memang sesiku memungkinkan pada malam itu. Meski suara seadanya tapi semangatku tetap membara.

Dengan bermodalkan TOA pinjaman aku ajak anak-anak bergembira sesaat guna mereduksi tegangan yang selama ini mereka rasakan pasca gempa. Meski sumber cahaya hanya berasal dari lampu tembak saja dan suasana sekitar teramat sangat gelap namun dalam keremangan malam aku dapat melihat wajah-wajah kecil itu memancarkan senyuman yang menyejukkan kalbu. Hilang sudah lelah dan geramku berganti dengan kebahagiaan serta suka cita yang ceria.

Malam itu cuaca ku rasakan sangat ekstrem menusuk kulitku. Konon kata temanku temperatur menunjukkan angka 9 derajat celcius. Pantas saja tulangku rasanya sakit semua karena dingin yang menusuk. Jaket dan pasmina tidak terlalu membantu menghilangkan dingin yang ku rasakan. Berdiri di depan perapian pun hanya memberikan sedikit efek hangat selama beberapa detik dan sisanya aku menggigil semalaman. Nasi yang menjadi santapan sahurku rasanya dingin terpengaruh udara sekitar. Aku hanya makan sedikit lalu minum obat agar tenangkan batuk yang mulai kambuh lagi.

Di kegelapan malam aku masih bisa melihat dengan jelas kerusakan yang timbul akibat gempa pada rumah penduduk. Ada yang hancur total, setengah hancur, ada pula yang hanya retak saja. Apapun kerusakannya yang ku tahu pasti hampir semua orang merasa lebih aman tidur di tenda pengungsian sementara dibandingkan di rumah sendiri. Wajarlah...karena masih dekat jarak waktu sejak kejadian hingga saat itu...

Sambil menggigil kedinginan aku memikirkan apa yang akan aku lakukan keesokan hari bersama dengan anak-anak. Terbersit beberapa games menarik tapi akhirnya aku harus memilih salah satu karena hanya sedikit waktu yang ku punya. Terbayang juga keluarga di rumah....kangeeeeeeeeeeeeen....tapi gak bisa kontak juga karena gak ada sinyal :-( Ku ingat lagi rumus SG: "Have what we have" jadi ku nikmatin aja semua yang ada di saat itu.

Story telling buat anak-anak selalu terasa menyenangkan buatku (n_n). Lagi-lagi senyuman itu merekah di wajah-wajah mungil tersebut....rasanya puas deh....

Di saat lelah, kantuk, geram, bingung muncul...di saat itu pula aku mencoba menepis dengan melihat rekahan senyuman mereka. Sungguh luar biasa efek yang ku rasa (^_^).

Sesaat sebelum pulang kita semua berpamitan dan bersalaman dengan para penduduk yang membentuk lingkaran besar. Anak-anak kebanyakan terlihat senang -mungkin karena mendapatkan bingkisan- sedangkan para orang tua terlihat berterima kasih bahkan ada yang menangis terharu... Hatiku gerimis jadinya...

Perjalanan kali ini sungguh memberikan makna bagi diriku untuk lebih bersyukur dan menikmati hidup apa adanya :-)



Bekasi, 19 September 2009


-rf-

1 komentar:

Muhammad Rizki Rastra mengatakan...

surely, I love this post. Miracle!