Sore kemarin aku dan mama pergi menjenguk salah satu putra teman mama yang tengah dirawat di salah satu rumah sakit swasta di Bekasi. Kabarnya putra pertama teman mama yang juga teman dari (alm) adikku itu terserang DBD. Jadilah sore itu kamu pergi menjenguk dia. Cuaca agak mendung dan rintik hujan mengiringi sepanjang perjalanan kami menuju ke tempat tujuan. Sepanjang perjalanan aku asyik berbincang dengan mama tentang berbagai hal. Saling merefleksikan perasaan masing-masing semenjak kepergian ade dari kehidupan kami tuk selamanya.
Ketika tiba di rumah sakit waktu sudah menunjukkan beberapa menit jelang pukul 5 sore. Rumah sakit cukup ramai karena memang pada saat itu adalah waktu berkunjung maka tak heran jika lobby terlihat cukup penuh oleh manusia yang berasal dari Bekasi dan sekitarnya. Sambil menunggu teman-teman mama yang lain aku duduk di kursi cafeteria rumah sakit memisahkan diri dari mama dan ketiga temannya yang juga sudah tiba di rumah sakit. Aku menikmati kesendirian yang ku ciptakan sendiri pada saat itu.
Tak berapa lama rombongan teman-teman mama pun tiba lalu kami pun bergegas naik ke lantai 3 tempat anak teman mama dirawat. Lift dipenuhi oleh mama and frens jadilah ramai dengan suara gelak tawa ibu-ibu yang asyik mengobrol antara satu dengan yang lainnya. Aku sengaja memilih berdiri di dekat pintu lift agar tidak ‘tenggelam’ dalam perbincangan ibu-ibu yang terkadang membuatku merasa tidak nyaman.
Sesampainya di lantai 3 ternyata para ibu salah menerima informasi tentang kamar perawatan sehingga rombongan kami 2x salah memasuki kamar. Dalam hati aku berujar: “sabar…sabar…”. Mulailah kepanikan muncul dan saling menyalahkan. Daripada pusing mendengarkan mereka dan karena aku tidak mau mengalami malu akibat salah masuk kamar untuk yang ke-3x-nya maka ku putuskan tuk menelfon teman mama. Alhamdulillah diangkat dan pada akhirnya ketemu juga kamar yang kita cari.
Saat aku baru saja memasuki kamar tiba-tiba ada telfon masuk. Aku pun keluar dari kamar dan menerima telfon selama lebih kurang 8 menit. Sesungguhnya aku bersyukur dapat keluar dari kamar dan memisahkan diri dari rombongan karena memang aku benar-benar sedang ingin sendiri. Ketika aku masuk kembali ke kamar telfon ku berbunyi kembali dan kali ini daddy ku menelfon. Aku pun keluar lagi dari kamar dan lagi-lagi aku bersyukur dapat memisahkan diri dari rombongan. Alhamdulillah….terima kasih ya Allah…Kau memang betul-betul mengerti apa yang ku butuhkan saat ini, yaitu kesendirian.
Rombongan teman-teman mama pulang lebih dulu sementara aku dan mama masih tetap berada di kamar. Lalu kamipun berbincang-bincang berempat -aku, mama, teman mama, anak teman mama-. Aku cukup menikmati perbincangan karena memang aku telah cukup akrab dengan teman mama ini dibandingkan dengan rombongan ibu-ibu tadi yang kesemuanya ‘asing’ bagiku. Tak berapa lama rombongan tetangga dekat rumah tiba untuk menjenguk. Dan obrolan pun kembali berlanjut sementara aku dan mama keluar tuk berdiri di depan kamar memberi kesempatan bagi ibu-ibu yang baru tiba tuk beranjang-sana dengan yang sedang dirawat.
Dan rombongan kedua pun pulang sementara aku dan mama masih tetap berada di situ. Kali ini perbincangan dilanjutkan di luar kamar bertiga –aku, mama, teman mama-. Seperti yang sudah ku duga sebelumnya pertanyaan seputar pernikahan pun meluncur dari teman mama. Seperti biasa aku hanya senyum-senyum saja dan tidak memperpanjang lagi. Aku mulai lelah menghadapi pertanyaan semacam itu. Apalagi pada kondisi mental yang rapuh sejak kepergian ade maka aku merasa sangat tidak nyaman. Tapi berhubung yang bertanya adalah teman mama yang sudah ku kenal sejak aku masih kecil maka aku tidak ambil pusing dan ku anggap itu sebagai doa karena aku tahu kebaikan dan ketulusan teman mama yang satu ini.
Di saat kami tengah asyik berbincang datanglah rombongan ketiga yang tidak terlalu besar hanya 3 orang saja yang kesemuanya adalah tetangga di dekat rumahku. Kami pun masuk ke dalam kamar dan berbincang di sana. Di sela perbincangan tiba-tiba salah satu ibu berujar: “Bu, anak saya yang pertama nanyain anaknya bu… –disebutlah nama daddy ku- udah nikah belum ya?” sambil matanya tertuju kepadaku. O..ow…what’s going on here?! Lalu teman mama dengan ringan sambil tersenyum simpul menjawab: “Belum ni si teteh belum nikah. Udah biar pada besanan aja kan enak dah dekat”. Oh my…oh my…why me???!!! Aku hanya bisa tersenyum dan berlagak tidak terganggu sama sekali dengan usulan tersebut. Aku tidak ingin menyinggung perasaan si ibu yang punya anak lelaki seusiaku yang nampak berbinar matanya saat menatapku. Susah payah aku menahan tawa yang hampir meledak. Aku berdoa: “Ya Allah…selamatkan aku dari situasi ini…”.
Tak lama aku dan mama pun berpamitan karena sudah maghrib dan aku belum menunaikan sholat. Setelah sholat aku dan mama pergi meninggalkan rumah sakit menuju tempat berikutnya diiringi gelapnya malam dan rintik hujan. Insight yang ku dapat hari ini adalah harus pandai berdiplomasi menghadapi berondongan pertanyaan dari teman-teman mama seputar kehidupan pribadiku. Fiuuuh….benar-benar melelahkan….
Ruang komputer
Kamis, 16 April 2009
(7:06 wib)
-rf-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar