Rabu, 12 Juni 2013

IT'S OKE BEING SELFISH SOMETIMES

Lately I've been thinking about ways to increase my personal income. Yeah...got few things to buy and start to do the invesment for my child educational fund. I am responsible to provide the best education for my child. But I can't do it if I stay working at my present office. I need to spread my wings and fly away.

Easy to say but not easy to implement. This emotional bonding between I and my boss prevent me from doing so. I still don't have the heart to leave and find another place. Thinking about how things would collapse if I go made me feel guilty. So here I am still here.....

Like now, I'm in need of extra cash and my friend offers me a project in Sulawesi which means I have to leave town for around 4 days. That's very tempting and manage to create dizziness inside my head. I'm confuse thinking about how to talk to my boss about this. I want to ask her permition, at the same time my head tells me that I don't really need to do that. It's my right to take the job. But I don't want to break our good relation....dilemma....oh dilemma....

Suddenly I remember my aunt once told me it's oke being selfish sometimes. I don't have to always think about others, in fact I should start to think about myself first. I have needs that need to fulfill. So I decided to talk to my boss and tell her that right now I have needs so I'm gonna take this job. Hopefully she would understand...


June 12, 2013

-rf-

Senin, 10 Juni 2013

"SEKAT" ITU BERNAMA JABATAN....

S  :  "Ya ampuuuun...pada main ice skating!"
R :  "Tau dari mana?"
S  : "Tuh ada di group"
R : "Group apa?"
S  : "Group Whatsapp. Emangnya Bu Rika gak masuk ya?"
R : "Enggak. Tahu juga enggak kalo ada group di whatsapp"

*kemudian hening*


Begitulah sepenggal percakapanku dengan seorang teman sekaligus rekan kerja. Awalnya itu hanya percakapan sepintas lalu namun ternyata cukup "membekas" buatku. Aku baru tahu bahwa ada group yang berisi teman-teman kerja, bahkan anak bos pun ikut masuk di dalam group tersebut. Hmmm...ada rasa kecewa muncul. Awalnya aku masih berusaha berpikir positif dengan menganggap itu hanyalah kumpulan ABG yang bikin group buat lucu-lucuan aja. Gak enak pastinya kalo mengikutsertakan HRD di dalam group yang peruntukannya hanya lucu-lucuan. Statement semacam itu cukup membantu sekitar 5-10 menit. Setelah itu rasa kecewa kembali muncul.

Aku berpikir cukup lama, kenapa hal ini jadi sangat menggangguku ya??? Ternyata setelah ditelusuri lebih dalam lagi yang membuat kecewa ini muncul karena di dalam pikiranku merasa sudah sangat dekat dengan mereka dan berharap mereka akan menganggapku sebagai teman dan bukan atasan. Apa mau dikata ternyata mereka memang tidak menganggapku demikian. Damn, it hurt!

Berulangkali aku sudah "memperingatkan" diri-sendiri untuk menjaga jarak dan membuat batasan antara pekerjaan dengan pertemanan. Ya semua itu demi kebaikan diri sendiri dan menghindar dari hal seperti ini. Gak enak rasanya kecewa. Tahun lalu aku pernah merasa sangat kecewa karena sebagian besar rekan kerja lebih memprioritaskan uang ketimbang hubungan pertemanan. Mudah sekali bagi sebagian dari mereka untuk "menyerangku" demi uang. Sakit sekali rasanya....

Sekarang aku merasa "terluka" lagi dan kecewa karena merasa ditinggalkan. Apa yang ada di dalam pikiranku tidak sama dengan mereka. Tetap ada "sekat" di antara kita dan itu bernama jabatan. Aku masih harus belajar berlatih menerima segala konsekuensi dari jabatan ini. Jadi HRD itu banyak gak enaknya. Gak usah sok oke lah mo bikin HRD jadi sebuah divisi yang bisa membuat nyaman situasi karena tidak selamanya situasi itu nyaman. Just be profesional and don't get into deep. So called precaution.

Gak usah pundung and face it as an adult. Maybe it's a way to remind me that I should separate between friendship and work. C'est la vie....


June 10th, 2013


-rf-

Senin, 03 Juni 2013

UJIAN MENJADI ORANGTUA

Kalau ada yang bilang jadi orangtua itu susah, ada benarnya. Kalau ada yang bilang jadi orangtua itu harus sabar, itu benar banget! Kalau ada yang bilang jadi orangtua itu pilihan, maka saya yakin akan banyak yang setuju. Kalau ada yang bilang jadi orangtua itu tantangan, memang gak salah. Intinya jadi orangtua itu perpaduan dari banyak hal yang kalau diramu dengan benar maka hasilnya baik dan bermanfaat. Tapi kalau sampai salah resep, ya wassalam jadinya....

Dulu waktu masih jadi anak kecil masih belum kebayang rasanya jadi orangtua. Yang ada di benak saya namanya orangtua itu capek. Laki-laki harus jadi ayah yang kerja hampir setiap hari dan kadang malah pergi jauh ( seperti papa saya yang sampai sekarang lokasi kerjanya ratusan kilometer jaraknya dari rumah), sementara yang perempuan harus jadi ibu yang ngurusin segala urusan rumah tangga dan gak kalah capek. Namanya juga masih kecil, jadi belum bisa melihat secara objektif. Sebagai anak kecil juga saya memandang orangtua saya sebagai pelindung saya dari segala marabahaya. Hmmm...meski tidak selalu, secara garis besar orangtua saya mampu memberikan rasa "aman" bagi saya di waktu kecil.

Beranjak remaja sudut pandang saya mulai berubah. Saya mempersepsikan orangtua sebagai pemegang segala keputusan yang harus diikuti oleh anak. Saya masih ingat beberapa peraturan yang diterapkan di rumah seperti; maghrib s/d isya tv dan radio harus mati, harus ngaji setelah maghrib, pulang tepat waktu, tidak melawan orangtua, dll. Otoriter memang, tapi saya patuh. Awalnya karena takut maka saya menuruti semua ketentuan itu. Lama kelamaan saya mulai terbiasa dengan peraturan dan mulai bisa menjalani.

Masa dewasa awal orangtua mulai memberikan saya kepercayaan lebih sehingga saya merasa lebih "bebas" namun tetap bertanggungjawab. Saya boleh berkendaraan sendiri. Boleh memilih calon pendamping sendiri. Bisa mengikuti berbagai aktivitas yang saya sukai, dll. Kedewasaan saya mulai tumbuh dan kepribadian saya mulai matang. Orangtua lebih berperan sebagai teman sekarang.

Setelah menikah maka orangtua kembali ingin menjadi "pelindung" bagi anak dan cucunya. Ada senangnya dan ada juga sedihnya. Senang karena orangtua masih peduli dan memberi perhatian banyak kepada keluarga kecil di rumah. Sedih ketika kita berbeda pandangan mengenai cara mengasuh anak. Saatnya bernegosiasi dan meningkatkan ambang toleransi. Apa mau dikata memang inilah fase yang harus dilalui.

Saat ini saya dan suami adalah orangtua dari seorang putra yang baru beranjak 3 tahun. Secara fisik ia mulai tumbuh dan secara psikis ia mulai berkembang. Saya bisa prediksikan anak saya memiliki kecerdasan di atas rata-rata karena ia memiliki pemahaman yang sangat baik. Ia mampu menyerap hal-hal yang ada di sekitarnya dengan cara eksplorasi dan mau bertanya tentang hal-hal yang belum ia ketahui. Menakjubkan bukan?! Allah memang maha adil, memberikan anugerah yang tak terhingga melalui nikmat anak yang diamahkan kepada kami. Alhamdulillah....

Karena perkembangan motorik dan kognitif membuat anak saya menjadi aktif bertanya dan mengeksplorasi lingkungan sekitar. Sudah tak terhitung berapa jumlah mobil-mobilan yang dirusak, tembok yang dicorat-coret, hp yang hang karena sering dibanding....sungguh luar biasa!!! But that doesn't make me love him less...

Sejak kemarin anak saya memang sedang membuat ulah untuk mendapatkan perhatian. Saya jadi membayangkan apa yang akan terjadi jika saya hamil lagi ya....sepertinya ia akan cemburu dan mencari perhatian ke orangtua saya. Mudah-mudahan Allah bimbing anakku agar menjadi anak sholeh penyejuk hati kedua orangtua....aamiin.....

Home sweet home...


-rf-

Minggu, 02 Juni 2013

LADANG AMAL

Kemarin saya dan suami berkunjung ke rumah orangtua suami di daerah Cikarang. Ini kunjungan rutin yang biasa kami lakukan ketika ada waktu luang. Sudah cukup lama kami tidak kesana karena kesibukan dan juga kesehatan yang turun-naik sehingga menghalangi agenda rutin ini. Ketika kami ke sana hanya ada ibu dan bude saja, bapak sedang berobat ke Tangerang karena sakit. Jujur saya kaget melihat kondisi rumah yang bisa dibilang nyaris runtuh karena terjangan angin dan hujan lebat beberapa hari sebelumnya. Miris hati ini melihatnya dan ingin segera membantu. Melihat ekspresi wajah suami yang termenung melihat kondisi rumah semakin membuat hati ini miris. Saya teringat akan kondisi rumah yang kami tinggali sungguh berbanding jauh dengan kondisi rumah orangtua saat ini. Ada rasa bersalah di hati karena tidak bisa langsung membantu.

Saya sempat berbagi cerita dengan seorang sahabat dan satu hal yang menjadi pemikiran saya adalah ketika sahabat saya berkata bahwa ini adalah ladang amal untuk saya dan suami. Hmmm...betul juga apa ya...ini adalah ladang amal. Selain itu memang sudah menjadi kewajiban juga bagi kami untuk membantu orangtua yang sedang dalam kesusahan. Meski orangtua tidak membebani tetapi kami tetap akan berusaha keras untuk membantu.

Saya dan suami sepakat untuk berbagi tugas mencari info mengenai proses peminjaman dana tunai ke bank karena kami tidak mungkin bisa meminjam ke kantor. Saya akan ikhtiar dan berusaha mengajukan pinjaman atas nama saya. Perkara nanti untuk biaya pelunasan saya yakin selama kami berusaha maka Allah pasti memberikan jalan. Mungkin rizki orangtua akan datang melalui usaha kami. Alhamdulillah kedua orangtua saya juga mendukung sehingga saya semakin bersemangat untuk mencari pinjaman dana ke bank.

Dengan berlandaskan niat baik dan usaha keras mudah-mudahan akan segera ada jalan keluar yang terbaik. Bismillah....saya teringat sebuat hadits yang intinya jika kita memudahkan sesuatu bagi orang lain maka Allah kelak akan memberikan kemudahan bagi kita di yaumil akhir....aamiin....




Rumah, 2 Juni 2013

-rf-